Kamis, 09 Februari 2017

MANAJEMEN MODAL KERJA




MANAJEMEN MODAL KERJA

A.     Pengertian Modal Kerja
Modal kerja merupakan investasi dalam harta jangka pendek atau investasi dalam harta lancar (current assets). Modal kerja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu modal kerja kotor (gross working capital) dan modal kerja bersih (net working capital). Modal kerja kotor adalah jumlah harta lancar, dan modal kerja bersih adalah jumlah harta lancar dikurangi jumlah utang lancar (current liabilities). Manajemen modal kerja mengelola harta lancar dan utang lancar agar harta lancar selalu lebih besar daripada utang lancar.
Current assets dan current liabilities kedua-duanya merupakan short-term financing. Tujuan dari short-term financial management adalah untuk mengelola tiap-tiap unsur current assets (inventory, accounts receivable, cash dan marketable securities) dan current liabilities (accounts payable, accruals dan notes payable) untuk mencapai keseimbangan antara profitabilitas dan risiko yang memberikan kontribusi yang positif kepada nilai perusahaan.
Gitman (2001) menjelaskan bahwa modal kerja adalah jumlah harta lancar yang merupakan bagian dari investasi yang bersirkulasi dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam suatu kegiatan bisnis. Weston dan Brigham (1986) menjelaskan bahwa manjemen modal kerja adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek: kas, surat-surat berharga (efek), piutang, dan persediaan.
J.Fred Weston dan Thomas E.Copeland (1997:239) memberikan pengertian modal kerja sebagai berikut:
Working capital is defined as current assets minus current liabilities. Thus, working capital represents the firm's investment incash, marketable securities, accounts receivable, and inventories less the current liabilities used to finance the current assets.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian modal kerja merupakan investasi dalam kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk melindungi aktiva lancar.
Modal kerja juga disebut manajemen keuangan jangka pendek. Dalam perspektif yang luas, manajemen keuangan jangka pendek merupakan upaya perusahaan untuk mengadakan penyesuaian keuangan terhadap perubahan jangka pendek; perusahaan harus memberi tanggapan yang cepat dan efektif. Bidang keputusan ini sangat penting karena sebagian besar waktu manajer keuangan digunakan untuk menganalisis setiap perubahan aktiva lancar dan utang lancar.
B.     Konsep Modal Kerja
Bambang Riyanto (1995) mengemukakan modal kerja dapat dibagi menjadi 3 konsep yaitu konsep kuantitatif, kualitatif, dan fungsional.
1. Konsep Kuantitatif
Modal kerja menurut konsep kuantitatif menggambarkan keseluruhan atau jumlah dari aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang persediaan atau keseluruhan daripada jumlah aktiva lancar dimana aktiva lancar ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau dana tersebut dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat. Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur aktiva lancar (Aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula / dana yang tertanam akan bebas lagi dalam jangka waktu yang pendek). Konsep ini biasanya disebut modal kerja bruto (gross working capital).
Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep tersebut hanya menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin, dengan tidak mempersoalkan dari mana diperoleh modal kerja tersebut, apakah dari pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek. Modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan batas keamanan atau margin of safety yang baik atau tingkat keamanan para kreditur jangka pendek yang tinggi. Jumlah modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan likuiditas perusahaan yang baik sekaligus belum tentu menggambarkan jaminan kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya.
2. Konsep Kualitatif
Menurut konsep kualitatif modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Berdasarkan konsep ini modal kerja merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahan tanpa menunggu likuiditasnya.  Kelebihan Aktiva lancar di atas hutang lancar ( Aktiva lancar – Hutang Lancar). Konsep ini biasa disebut dengan modal kerja neto (net working capital).
Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancar dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan jangka pendek dengan jaminan aktiva lancar.
3. Konsep Fungsional
Modal kerja menurut konsep ini menitikberatkan pada fungsi dari pada dana dalam menghasilkan pendapatan (income) dari usaha pokok perusahaan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagian dana yang digunakan dalam satu periode akuntansi tertentu yang menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Sementara itu, ada pula dana yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan pada periode-periode selanjutnya atau dimasa yang akan datang, misalnya bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya yang disebut future income. Jadi modal kerja menurut konsep ini adalah dana yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada saat ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan, diantaranya adalah kas, piutang dagang sebesar harga pokoknya, persediaan, dan aktiva tetap sebesar penyusutan pada periode tersebut.
C.     Jenis Modal Kerja
Menurut WB. Taylor dan Bambang Rianto (1995) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa jenis yaitu :
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, modal kerja ini terdiri dari :
a. Modal kerja primer (Primary Working Capital)
Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya atau modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
b. Modal kerja normal (Normal Working Capital)
Modal kerja normal adalah modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal.
2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, modal kerja ini terdiri dari :
a.  Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim.
b. Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital) modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
c.  Modal kerja darurat (Emergency Working Capital)
modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).
D.     Manajemen Modal Kerja
Menurut Sawir (2005:133) “manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek perusahaan”. Tujuan manajemen modal kerja adalah mengelola aktiva lancar dan hutang lancar sehingga diperoleh modal kerja neto yang layak dan menjamin tingkat likuiditas perusahaan.
Sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja adalah:
a.   Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga tingkat pengembalian investasi marjinal adalah sama atau lebih besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva-aktiva tersebut,
b.   Meminimalkan biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar,
c.   Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan ketersediaan dana dari sumber hutang, sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo.
E.      Pentingnya Modal Kerja
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund), karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan produksinya, maka besar kemungkinannya akan kehilangan pendapatan dan keuntungan. Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka pendek tepat waktunya dan akan menghadapi masalah likuiditas.
Modal kerja yang harus tersedia dalam perusahaan harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Modal kerja yang cukup akan memberikan beberapa keuntungan lain, antara lain melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, misalnya seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot, memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya, menjamin dimilikinya credit standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi, memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat memetik keuntungan berupa potongan harga, memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para pelanggannya, memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang maupun jasa yang dibutuhkan, memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya, memungkinkan perusahaan untuk mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.
Sebab-sebab timbulnya kekurangan modal kerja:
1)   Kerugian usaha. Sebab-sebab adanya kerugian usaha ialah volume penjualan yang tidak efisien relatif dibandingkan dengan harga pokok penjualan, tekanan terhadap harga jual akibat ketatnya persaingan tanpa diikuti penurunan harga pokok penjualan dan biaya usaha, banyaknya kerugian karena adanya piutang yang tidak kembali, kenaikan biaya tanpa diikuti kenaikan penjualan/penghasilan biaya naik sementara penjualan malah menurun. Kerugian usaha tidak selalu akan mengurangi modal kerja karena ada sementara biaya yang tidak bersifat pengeluaran kas (noncash expense) seperti beban penyusutan, deplesi dan amortisasi. Yang jelas kerugian itu mengurangi laba yang ditahan (retained earnings),
2)   Kerugian insidentil seperti misalnya turunnya harga pasar persediaan barang, adanya pencurian, kebakaran dan lain-lain yang tidak ditutupi dengan asuransi,
3)   Kegagalan mendapatkan tambahan modal kerja pada waktu mengadakan perluasan usaha/ekspansi seperti misalnya perluasan daerah penjualan, penjualan produk baru, penerapan metode produksi baru, strategi penjualan baru dan lain sebagainya,
4)   Menggunakan modal kerja untuk aktiva tidak lancar seperti misalnya membeli aktiva tetap baru, membeli saham dari perusahaan lain (investasi jangka panjang),
5)   Kebijaksanaan pembayaran dividen yang tidak tepat. Karena harapan keuangan terus membaik, pimpinan perusahaan masih terus melanjutkan kebijaksanaan pembayaran deviden seperti tahun-tahun sebelumnya,
6)   Kenaikan tingkat harga. Karena naiknya harga-harga, perusahaan mengeluarkan jumlah rupiah lebih banyak untuk mempertahankan volume fisik persediaan barang dan aktiva tetap dan membelanjai penjualan kredit dalam volume fisik yang sama,
7)   Pelunasan utang yang sudah jatuh tempo. Manajemen tidak menyisihkan sebagian pendapatan bersih untuk cadangan pelunasan utang jangka panjang.
F.      Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja :
Modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu:
1)       Volume Penjualan
      Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan.
2)       Faktor Musim dan Siklus
      Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja.
3)       Perubahan dalam Teknologi
      Jika terjadi pengembangan teknologi maka akan berhubungan dengan proses produksi dan akan membawa dampak terhadap kebutuhan akan modal kerja
4)       Kebijakan Perusahaan
      Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan juga akan membawa dampak terhadap kebutuhan modal kerja.
G.     Sumber Modal Kerja
Modal kerja dapat berasal dari berbagai sumber antara lain:
1.       Pendapatan bersih. Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasil-hasil lainnya yang meningkatkan uang kas dan piutang. Tetapi sebagian dari modal kerja ini harus digunakan untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya usaha yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue yakni berupa biaya penjualan dan biaya administrasi.
2.       Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga. Surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan dari penjualan ini akan timbul keuntungan. Penjualan surat-surat berharga menunjukkan pergeseran bentuk pos aktiva lancar dari pos “surat-surat berharga” menjadi pos “kas”. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber penambahan modal kerja. Sebaliknya bila terjadi kerugian maka modal kerja akan berkurang.
3.       Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya. Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan aktiva tidak lancar tersebut menjadi kas akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut. Keuntungan atau kerugian dari penjualan investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya dapat dimasukkan ke dalam pos-pos insidentil (extraordinary items).
4.       Penjualan obligasi dan saham serta kontribusi dana dari pemilik Utang hipotek, obligasi, dan saham dapat dikeluarkan oleh perusahaan apabila diperlukan sejumlah modal kerja misalnya untuk ekspansi perusahaan. Pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga di samping kewajiban mengembalikan pokok pinjamannya.
5.       Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya. Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman, siklis, keadaan darurat, atau kebutuhan jangka pendek lainnya. Karena ketergantungan akan kredit bank dan kredit jangka pendek lainnya, maka adanya credit rating yang tinggi tingkatnya bagi perusahaan yang bersangkutan adalah sepenuhnya penting.
6.       Kredit dari supplier atau trade creditor. Salah satu sumber modal kerja yang penting adalah kredit yang diberikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplies, dan jasa-jasa biasa dibeli secara kredit atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu utang harus dilunasi, perusahaan hanya memerlukan sejumlah kecil modal kerja.
H.     Kebijaksanaan Modal Kerja
      Modal kerja dapat dibiayai dengan modal sendiri. Hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. Sistem pembelanjaan yang akan dipilih haruslah didasarkan pada pertimbngan mengenai laba dan resiko. Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja, sebaiknya dibiayai dengan modal yang seminimal mungkin. Akan tetapi agar perputaran modal perusahaan dapat ditingkatkan seringkali perusahaan harus mencari dana dari luar guna menutup kebutuhan modal kerja.
Oleh karena itu perusahaan dapat menggunakan prinsip-prinsip pembelanjaan, yaitu:
Ø Modal yang diperoleh sebagai pinjaman jangka pendek hanya dapat digunakan untuk membiayai modal kerja.
Ø Modal yang diperoleh sebagai pinjaman jangka panjang dapat dipakai untuk modal kerja atau investasi.
Kebijaksanaan untuk mencari sumber pembelanjaan sehingga diperoleh biaya dana yang paling murah tergantung dari keberanian manajer dalam mengambil resiko. Menurut Sutrisno (2005:47-49) terdapat 3 pendekatan yang dapat diambil oleh seorang manajer dalam kebijaksanaan modal kerja yaitu : (1) kebijaksanaan konsevatif, (2) kebijaksanaan moderat atau hedging, dan (3) kebijaksaan agresif.
1. Kebijaksanaan Konsevatif
    Merupakan pemenuhan modal kerja yang lebih banyak menggunakan sumber dana jangka panjang dibandingkan sumber dana jangka pende. Dalam kebijakan konservatif modal kerja permanen dan sebagian modal kerja variable dipenuhi oleh sumber dana jangka panjang, dan sebagian modal kerja variable lainnya dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Kebiajksanaan ini disebut konservatif karena sumber dana jangka panjang mempunyai .jatuh tempo yang lama sehingga perusahaan memiliki keleluasaan dalam pelunasan kembali atau tingkat keamanan (margin of safety) yang besar
2. Kebijakan Moderat/hedging
    Perusahaan membiayai aktiva dengan dengan dana yang jangka waktunya kurang lebih sama dengan perputaran aktiva tersebut yaitu aktiva yang besifat permanen dan modal kerja permanen akan didanai dengan sumber dana jangka panjang dan aktiva yang bersifat variable atau modal kerja variable akan didanai dengan sumber dana jangka pendek (matching prinsiple)
3. Kebijakan Agresif
    Sebagian kebutuhan dana jangka panjang dipenuhi dengan sumber dana jangka pendek. Pada pendekatan ini perusahaan berani menanggung resiko yang cukup besar.



Referensi : Modul Kuliah MANAJEMEN KEUANGAN, Pascasarjana UNIBA Surakarta, Tahun 2017. Dosen Dr. SUPAWI PAWENANG, SE., MM

CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) / MODEL PENETAPAN HARGA AKTIVA MODAL



CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) /
MODEL PENETAPAN HARGA AKTIVA MODAL

A.     Pengertian Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Ada tiga metode untuk menghitung biaya ekuitas yaitu bunga bebas risiko plus premi tambahan, dividend yield plus capital gain yang diharapkan (model Gordon), dan model CAPM (capital asset pricing model).
Di antara ketiga metode ini, CAPM yang paling populer. Pakar keuangan belum pantas dijuluki ahli finansial jika belum mengenal model CAPM ini. Tidak ada buku keuangan dan investasi di perguruan tinggi yang tidak mendedikasikan satu bab khusus untuk membahas CAPM. Model ini dikembangkan tahun 1964 oleh William Sharpe, pemenang nobel ekonomi tahun 1990.
Sharpe sendiri adalah seorang profesor keuangan di University of California, Los Angeles (UCLA) dan dosen di Stanford University. Pada saat yang hampir bersamaan, model serupa juga dikembangkan oleh John Lintner dan Jan Mossin sekitar tahun 1964–1966. Jika model didiskontokan, model kelipatan harga, dan model lainnya ingin menghitung harga wajar sebuah saham atau nilai intrinsik saham, CAPM sejatinya menghitung return wajar sebuah saham yang disesuaikan dengan risikonya.
Bodie et al. (2005) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern.Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, tetapi sudah luas digunakan karena model ini cukup akurasi pada aplikasi penting.
Capital Asset Pricing Model mengasumsikan bahwa para investor adalah perencana pada suatu periode tunggal yang memiliki persepsi yang sama mengenai keadaan pasar dan mencari mean-variance dari portofolio yang optimal. Capital Asset Pricing Model juga mengasumsikan bahwa pasar saham yang ideal adalah pasar saham yang besar, dan para investor adalah para price-takers, tidak ada pajak maupun biaya transaksi, semua aset dapat diperdagangkan secara umum, dan para investor dapat meminjam maupun meminjamkan pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik.
Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan model untuk menentukan harga suatu asset. Model ini mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko tersebut. Disini risiko bukan lagi diartikan sebagai deviasi standar tingkat keuntungan, tetapi diukur dengan beta. Penggunaan parameter ini konsisten dengan teori portofolio yang mengatakan bahwa apabila pemodal melakukan diversifikasi dengan baik, maka pengukur risiko dari tambahan saham kedalam portofolio. Apabila pemodal memegang portofolio pasar, maka sumbangan risiko ini tidak lain adalah beta.
Jika kita perhatikan perumusan standar CAPM maka sebenarnya pembentukan model tersebut menggunakan serangkaian asumsi penyederhanaan. Pengujian suatu model bukanlah pada realistis tidaknya asumsi-asumsi yang dipergunakan, tetapi pada seberapa tepat model tersebut mencerminkan realitas. Meskipun demikian dijelaskan bagaimana kalau sebagian asumsi-asumsi tersebut dilonggarkan, yaitu bagaimana kalau short selling tidak diperkenankan dan bagaimana kalau tidak bisa dijumpai adanya Rr Hasilnya ternyata CAPM yang standar tidaklah banyak mengalami perubahan.
B.     Konsep – Konsep Penting CAPM
1.  Risiko Sistematis (Systematic Risks)
Risiko Sistematis (Systematic risks) adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan yang berhubungan dengan seluruh pergerakan pasar saham dan tidak dapat dihindari. Resiko sistematis atau dikenal dengan resiko pasar/resiko umum merupakan resiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Dengan kata lain, resiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Risiko ini timbul akibat pengaruh keadaan perekonomian, politik dan sosial budaya, dimana mempunyai pengaruh secara keseluruhan. Risiko ini juga disebut indivertible risk. Faktor yang mempengaruhi :
a.  Perubahan tingkat bunga
b.  Kurs valuta asing
c.  Kebijakan pemerintah
d.  Daya beli masyarakat, dll
2. Risiko tidak Sistematis (Unsystematic Risk)
        Risiko tidak Sistematis (Unsystematic risk) adalah bagian dari risiko yang tidak umum dalam sebuah perusahaan yang dapat dipisahkan. Resiko yang tidak sistematis atau dikenal dengan risiko spesifik (resiko perusahaan), adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Resiko perusahaan lebih terkait pada perubahan posisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa resiko perusahaan bisa diminimalkan dengan melakukan diversifikasi asset dalam suatu portofolio. Risiko ini juga disebut diversifiable risk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi :
a. Struktur modal
b. Struktur aset
c. Tingkat likuiditas
3. Risiko Pasar
Market Risk (risiko pasar), sering disebut juga sebagai interest rate risk, nilai investasi akan menjadi turun ketika suku bunga meningkat mengakibatkan pemilik investasi mengalami capital loss. Reinvestment risk, risiko yang disebabkan sebuah aset akan memiliki yield yang lebih sedikit pada beberapa waktu di masa yang akan datang.
4. Default Risk
Risiko apabila penerbit aset gagal membayar bunga atau bahkan pokok aset.
5. Inflation Risk
Risiko menurunya nilai riil aset karena inflasi.
6. Currency Risk
Risiko menurunnya nilai aset karena penurunan nilai tukar mata uang yang dipakai oleh aset.
7. Political Risk
Risiko menurunya nilai aset karena perubahan dalam peraturan atau hukum karena perubahan kebijakan pemerintah atau perubahan penguasa.
8. Beta
Beta menghubungkan kovarian dari sebuah aset dengan portofolio pasar dengan varian dari portofolio pasar, dan didefinisikan  sebagai Laba yang diharapkan CAPM – hubungan BETA. Garis pasar sekuritas (SML) adalah sebuah spesifikasi CAPM akan bagaimana resiko dan tingkat laba yang dibutuhkan untuk aset, sekuritas atau portofolio apapun adalah terkait. Teori ini mengajukan sebuah hubungan linier antara resiko aset dan tingkat laba yang dibutuhkannya.
Capital Asset Pricing Model (CAPM) menjelaskan bahwa beta merupakan alat pengukur risiko yang relevan, dan terdapat hubungan yang positif dan linear antara tingkat keuntungan yang diharapkan dengan beta. Jika kita ingin mengetahui sumbangan suatu saham terhadap risiko suatu portofolio yang di diversifikasi secara baik, tetapi kita harus mengukur risiko pasarnya dan ini membawa kita untuk mengukur kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar. Kepekaan tingkat keuntungan terhadap perubahan-perubahan pasar biasa disebut sebagai beta investasi tersebut.
9. Security Market Line
Garis pasar modal menggambarkan trade-off resik laba dalam pasar finansial dalam ekuilibrium. Namun, hal itu hanya berlaku bagi portofolio efisien dan tidak bisa digunakan untuk mempertimbangkan ekuilibrium laba yang diharapkan untuk satu negara. Dalam CAPM semua investor akan memegang portofolio pasar, yang merupakan portofolio pembanding terhadap portofolio lainnya yang diukur. Investor akan mengharapkan premium resiko untuk membeli sebuah aset beresiko seperti saham. Semakin besar resiko dari saham itu, maka seharusnya semakin tinggi premium resiko. Jika investor memegang portofolio yang didiversifikasi dengan baik, mereka harus tertarik dalam resiko portofolio daripada resiko sekuritas individual. Saham yang berbeda akan mempengaruhi sebuah portofolio yang didiversifikasi dengan baik secara berbeda. Resiko relevan bagi sebuah saham individual adalah kontribusinya pada resiko dari sebuah portofolio yang didiversifikasi dengan baik.
C.     Asumsi – Asumsi CAPM
Beberapa ahli menganggap bahwa asumsi-asumsi yang digunakan di CAPM supaya model ini lebih realistis mewakili kenyataannya. Hasil dari pelepasan asumsi-asumsi ternyata tidak banyak merubah hasil prediksi dari CAPM.
       Asumsi-asumsi yang digunakan di model CAPM adalah sebagai berikut:
1.   Semua investor mempunyai cakrawala waktu satu periode yang sama. Investor memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan utility harapan dalam satu periode waktu yang sama.
2. Semua investor melakukan pengambilan keputusan investasi berdasarkan pertimbangan antara nilai return ekspektasian dan deviasi standar return dari portofolionya.
3.   Semua investor mempunyai harapan yang seragam (homogeneous expectation) terhadap faktor-faktor input yang digunakan untuk keputusan portofolio.
4.  Semua investor dapat meminjamkan sejumlah dananya (lending) atau meminjam (borrowing) sejumlah data dengan jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga bebas risiko.
Asumsi ini menyatakan bahwa pemodal bisa menyimpan dan meminjam dengan tingkat bungan yang sama dan bebas risiko jelas tidak realistis. Lebih realistis kalau pemodal bisa menyimpan uangnya pada tingkat bunga yang bebas risiko (misal dengan Sertifikat Bank Indonesia) tetapi kalau meminjam tentulah terbatas dan tingkat bunga simpanan. Sebelum kita menggunakan asumsi tersebut, marilah kita gunakan skenario pada saat pemodal tidak bisa menyimpan dan meminjam dengan tingkat bunga bebas risiko yang sama. Ada beberapa model dalam Riskless Lending dan Borrowing Rate ini yaitu:
a.   Tidak ada Riskless Lending And Borrowing Rate
b.   Terdapat Riskless Lending tetapi tidak ada Riskless Borrowing
5.  Penjualan pendek (short sale) diijinkan. Investor individual dapat menjual pendek berapapun yang dikehendaki.
Hal ini berarti semua investor dapat menjual saham yang tidak dimilikinya (short sale) sebanyak yang diinginkannya. Pada kenyataannya, short sale mempunyai persyaratan dan mekanisme yang tidak mudah dipenuhi oleh semua orang, sehingga tidak mungkin investor melakukan short sale tanpa batas
6.  Semua aktiva dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil dengan terbatas.
7.   Semua aktiva dapat dipasarkan secara likuid sempurna.
8.  Tidak ada biaya transaksi. Penjualan atau pembelian aktiva tidak dikenai biaya transaksi.
yaitu biaya–biaya pembelian dan penjualan saham seperti biaya broker, biaya penyimpanan saham (custodian), dan lain-lain. Pada kenyataannya, jual-beli saham dikenakan biaya transaksi, sehingga mengurangi return investasi tersebut dan akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam membuat keputusan investasi.
9.   Tidak terjadi inflasi.
10.  Tidak ada pajak pendapatan pribadi.
Bentuk standar dari CAPM mengabaikan adanya pajak. Asumsi tersebut mempunyai implikasi bahwa para pemodal bersikap indifferent untuk menerima penghasilan dalam bentuk capital gains ataupun deviden dan bahwa para pemodal memegang portofolio sekuritas yang berisiko yang sama. Apabila kita mengakui adanya pajak, dan terutapma bahwa pajak atas capital gains umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pajak atas deviden, harga keseimbangan dari sekuritas-sekuritas tersebut akan berubah. Dengan adanya pajak para pemodal akan mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang diharapkan atas dasar setelah pajak. Pertimbangan ini mempunyai implikasi bahwa meskipun ada pengharapan yang homogen (homogeneous expectation) tentang keuntungan portofolio sebelum pajak, efficient frontier yang relevan (setelah pajak) bagi masing-masing pemodal akan berbeda.
11. Investor adalah penerima harga.
12. Pasar modal dalam kondisi ekuilibrium.
Ø Semua investor akan memilih portofolio pasar yaitu portofolio yang berisi semua aktiva yang ada di pasar
Ø Portofolio pasar ini adalah portofolio aktiva berisiko yang optimal, yaitu yang berada pada efficient frontier
D.     Hubungan Risiko dan Return dalam Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Hubungan antara besarnya risiko serta return yang diperoleh dengan metode CAPM dapat dilihat dari garis pasar modal (GPM) atau capital market line (CML) dan juga garis pasar sekuritas (GPS) atau security market line (SML). Keadaan ekuilibrium pasar yang berhubungan dengan return ekspektasi dan risiko dapat digambarkan oleh Capital Market Line (CML), sedangkan untuk sekuritas individual hubungan antara return ekspektasi dan risiko dapat digambarkan oleh Security Market Line (SML). Garis-garis tersebut yaitu :
1. Capital Market Line
“Garis pasar modal adalah garis yang menunjukkan semua kemungkinan kombinasi portofolio efisien yang terdiri dari aktiva-aktiva berisiko dan aktiva bebas risiko” (Jogiyanto, 2009). Garis pasar modal/Capital market line (CML) juga menggambarkan hubungan antara besarnya risiko portofolio dengan expected return portofolio dalam kondisi pasar yang ekuilibrium. Agar lebih jelas, maka garis pasar modal akan digambarkan sebagai berikut :

 

Keterangan :
E(Rp) : Expected return yang diminta untuk portofolio dengan risiko sebesar σp
Rf : Tingkat pengembalian bebas risiko
σm : Risiko dari return-return pasar
σp : Risiko portofolio dari return-return portofolio lainnya yang berada di CML

Berdasarkan gambar tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, yaitu jika
portofolio pasar hanya berisi aktiva tidak berisiko, maka risikonya akan samadengan nol (σp=0) dan return ekspektasinya sama dengan risk free (Rf). Selain itu jika portofolio terdiri dari semua aktiva yang ada, maka risikonya G (Garis Pasar Modal) 30 adalah sebesar (σm) dengan return ekspektasiannya sebesar E(Rm). Selisih antara [E(Rm)-Rf] merupakan premium risiko dari portofolio pasar karena
menanggung risiko lebih besar, yaitu sebesar σm.
2. Security Market Line
“Garis pasar sekuritas adalah garis yang menunjukkan trade-off antara risiko
dan return ekspektasian untuk sekuritas individual“ (Jogiyanto,2009). Garis Pasar Sekuritas/Security Market Line (SML) merupakan penggambaran secara grafis dari model CAPM. Gambar dari SML secara jelas yaitu :


 



Gambar 2. Security Market Line

Keterangan :
E(Ri)      : Tingkat pengembalian yang diharapkan
Rf          : Tingkat pengembalian bebas risiko
[E(Rm)] : Tingkat pengembalian yang diharapkan atas portofolio pasar
Beta       : Risiko sekuritas individual

Berdasarkan gambar tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tambahan return ekpektasian untuk sekuritas individual diakibatkan oleh tambahan risiko sekuritas individual yang diukur dengan beta. Beta menentukan besarnya tambahan return ekspektasian untuk sekuritas individual dengan asumsi bahwa untuk portofolio yang didiversifikasikan dengan sempurna, risiko tidak sistematis cenderung menjadi hilang dan hanya risiko sistematis yang diukur dengan beta. Beta untuk portofolio pasar adalah bernilai 1. Suatu sekuritas yang mempunyai beta lebih kecil dari 1 dikatakan memiliki risiko lebih kecil dari risiko portofolio pasar. Sebaliknya, suatu sekuritas yang mempunyai nilai beta lebih besar dari 1 dikatakan mempunyai risiko lebih besar dari risiko pasar. Jika suatu sekuritas memiliki beta sama dengan 1, maka sekuritas ini memiliki return ekspektasi yang sama dengan return ekspektasi portofolio pasar.

Referensi : Modul Kuliah MANAJEMEN KEUANGAN, Pascasarjana UNIBA Surakarta, Tahun 2017. Dosen Dr. SUPAWI PAWENANG, SE., MM